BEM Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung

Welcome to BEM FE UBB Official Blog | Selamat Datang di Blog Resmi BEM FE UBB

BEM FE UBB 2013-2014

Para anggota BEM FE UBB 2013-2014 bersama Ibu Dekan Fakultas Ekonomi UBB, Hj. Devi Valeriani, SE, MSi ; Wakil Dekan FE UBB, Sugardi, SE, MSc, Akt; dan Wakil Rektor III UBB, Bapak R.Priyoko Prayitnoadi, M.Eng

BEM FE UBB 2014-2015

Para anggota BEM FE UBB 2014-2015 bersama Ibu Dekan Fakultas Ekonomi UBB, Dr. Reniati S.E, M.Si

Pekan Olahraga Mahasiswa Fakultas Ekonomi (POM FE) 2011

BEM Fakultas Ekonomi menyelenggarakan Pekan Olahraga Mahasiswa Fakultas Ekonomi (POM FE)UBB 2011, Dimulai tanggal 12 Desember hingga 16 Desember 2011

BEM FE UBB - Kita Bersama Kita Bisa

Mari Lakukan Perubahan bersama BEM FE UBB !

Senin, 19 Maret 2012

Galery Foto : Aksi Damai Penolakan Harga BBM








Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Babel dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bangka Belitung (UBB) menggelar aksi damai menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (17/3/2012).

Dalam aksi yang berlangsung di Simpang DKT, Jalan Ahmad Yani, Pangkalpinang tersebut, selain menyampaikan orasi, puluhan mahasiswa ini membubukan tanda tangan mereka di atas kain kafan.

Aksi membubuhkan tanda tangan itu sebagai simbol menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

Para mahasiswa ini menilai, kenaikan harga BBM hingga mencapai harga Rp 1.500 per liter itu memiskinkan rakyat. Padahal, menurut mereka pemerintah sharusnya mengentaskan kemiskinan dengan mengembalikan uang negara yang telah dikorupsi para pejabat tinggi.



Aksi Damai ini ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya , semangat para mahasiswa tidak pudar meskipun di tengah panas matahari, Di akhir acara, para mahasiswa berfoto bersama-sama dengan polisi yang mengawas jalannya aksi damai.

Sabtu, 17 Maret 2012

Galang Buku : [VIDEO] Ajakan Ketua Pelaksana



Ferriyanto - Ketua Pelaksana Gerakan Galang Buku Anak Bangsa mengajak Partisipasi teman-teman semuanya untuk menyumbangkan bukunya dalam Gerakan Galang Buku Anak Bangsa bersama BEM FE UBB dalam rangka memperingati Hari Buku Sedunia

Rabu, 14 Maret 2012

Gerakan Galang Buku Anak Bangsa

Dalam rangka memperingati Hari Buku Sedunia (World Book Day) yang jatuh pada tanggal 23 April 2012 mendatang, dan dalam rangka mendukung Gerakan Indonesia Membaca, maka dengan Bangga,


Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung menyelenggarakan Gerakan Galang Buku Anak Bangsa yang acara puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 22 April 2012 di Alun-Alun Lapangan Merdeka *) Pangkalpinang. Acara ini akan dihadiri oleh anak-anak Panti Asuhan dan dihibur oleh bintang tamu spesial.


Gerakan Galang Buku Anak Bangsa akan dimulai dari penggalangan / pengumpulan buku bacaan untuk anak-anak, berupa :
1. Buku Ensiklopedia
2. Buku Cerita Fiksi ( Dongeng, Cerita Rakyat, atau Kumpulan Cerpen)
3. Buku Non Fiksi (Cerita-cerita tokoh dunia atau orang sukses lainnya)
4. Buku Pintar / Buku Rangkuman Pengetahuan
5. Buku Motivasi
dan lain sebagainya

Baik bersifat BARU ataupun LAMA namun masih LAYAK untuk digunakan.

Buku-buku hasil donasi akan disumbangkan ke anak-anak panti asuhan.

Jadi buat rekan-rekan mahasiswa ataupun masyarakat umum yang ingin menyumbangkan bukunya, dapat menyerahkan buku-buku tersebut di posko yang telah disediakan :
- Ruang BEM FE UBB (Gedung Timah II Kampus Terpadu UBB Balun Ijuk)

atau hubungi Contact Person kami:
- Ferriyanto Lim ( 08993016352 )
- Rini Maziyata ( 081904345173 )


*) Note :
Masih dalam konfirmasi, jika tidak memungkinkan maka acara akan kami laksanakan di Panti Asuhan penerima :)

Minggu, 04 Maret 2012

Asal Mula Nama Negara Tercinta - INDONESIA

Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa Indoa menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.



Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:

"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians".

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa nahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiƫr (orang Indonesia).



Identitas Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya :

"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda". Dan setelah itu lahirlah bangsa Indonesia.

Sumber: kaskus.us
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4379552